BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan suatu ilmu yang dianggap sebagai akar dari ilmu-ilmu yang berkembang di dunia, dikarenakan filsafat merupakan ilmu yang paling tua dan satu-satunya ilmu yang ada pada saat itu. Filsafat pada intinya berbicara tentang hakikat sesuatu secara mendasar, sehingga membicarakan tentang Filsafat Hukum Islam, selalu akan membicarakan perihal hukum islam dalam tataran yang cukup mendasar.
Filsafat adalah merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara mendalam terhadap sesuatu hal yang telah kita lihat dengan indera penglihatan, kita rasakan dengan indera perasa, kita cium dengan indera penciuman ataupun kita dengar dengan indera pendengaran samapai pada dasar atau hakikat daripada sesuatu hal tersebut. Louis O Kattsoff mengatakan di dalam bukunya, bahwa filsafat bertujuan untuk mengumpulkan penegtahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu di dalam bentuk yang sistematis. Katanya lebih lanjut, filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak (1992 : 03). Filsafat dapat kita jadikan sebagai pisau analisis dalam menganalisa suatu masalah dan menyususn secara sistematis suatu sudut pandang ataupun beberapa sudut pandang, yang kemudian dapat menjadi dasar untuk melakukan suatu tindakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Filsafat hukum Islam ?
2. Bagaimana Obyek kajian dan kajian Filsafat Hukum Islam ?
3. Bagaimana Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam ?
4. Bagaimana Pengertian Filsafat Hukum ?
5. Bagaimana Ruang Lingkup logika Hukum ?
6. Bagaimana Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Hakekat Hukum ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat hukum Islam
Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam, maka, filsafat hukumIslam adalah filsafat yang meng analisis hukumIslam secara metodis dan sistematis sehinnga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Menurut Azhar ba’asyir, filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam, filsafat hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam.
Dengan rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia, dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, meguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT menetapkannya di muka bumi yaitu untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Dengan filsafat ini hukum Islam akan benar-benar “cocok sepanjang masa di semesta alam”. Apabila kita mengikuti pendapat al-Jurjawi bahwa yang dihasilkan oleh ahli pikir adalah filsafat dan yang dihasilkan orang yang mendapat kasyf dari Allah SWT sehingga menemukan kebenaran adalah hikmah.
Istilah filsafat (philosophy = Bahasa Inggris) atau falsafat, berasal dari kata Arab yaitu falsafah yang diturunkan dari kata Yunani yaitu: Philein yang berarti mencintai, atau Philia yang berarti cinta, atau Philosyang berarti kekasih, dan Sophia atau Sophos yang berarti kebijaksanaan, kearifan, pengetahuan. Jadi secara harfiah filsafat atau falsafat mempunyai arti cinta / mencintai kebijaksanaan (hubbul hikmah) atau sahabat pengetahuan. Dalam penggunaannya, ketiga kata ini (filsafat, falsafat, falsafat) bisa digunakan, karena dalam Kamus Bahasa Indonesia karya W.J.S. Poerwadarminta digunakan semuanya.
Adapun pengertian filsafat dari segi terminologis, sebagaimana diungkapkan oleh D.C. Mulder, adalah cara berfikir secara ilmiah. Sedangkan cara berfikir ilmiah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran pemikiran (Gegenstand) tertentu.
2. Bertanya terus sampai batas terakhir sedalam-dalamnya (radikal).
3. Selalu mempertanggung jawabkan dengan bukti-bukti.
4. Harus sistematik.
B. Obyek kajian dan kajian Filsafat Hukum Islam
Hukum Islam Mengacu pada pandangan hukum yang berifat teleologis. Artinya hukum Islam itu diciptakan karena iia mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan dari adanya hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan kebahagian di akhirat. Jadi hukum Islam Bukan bertujuan meraih kebahagaiaan yang fana’ dan pendek di dunia semata, tetapi juga mengarahkan kepada kebahagiaan yang kekal di akhirat kelak. Inilah yang membedakannya dengan hukum manusia yang menghendaki kedamaian di dunnia saja.
Dengan tegak dan berhasilnya Filsafat hukum Islam, dapat dibuktikan bahwa hukum Islam mampu memberikan jawaban terhadap tantangan zaman dan merupakan hukum terbaik sepanjang zaman bagi semesta alam. Para ahli ushul fiqih, sebagaimana ahli filsafat hukum Islam, membagi filsafat hukum Islam kepada dua rumusan, yaitu falsafat tasyri’.
Falsafat tasyri’: filsafat yang memancarkan hukumIslam atau menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan tujuan penetapan hukumIslam. Filsafat tasyri terbagi kepada:
1. Da’aim al-hakim (dasar-dasar hukum Islam)
2. Mabadi al-ahkam (prinsip-prinsip hukum Islam)
3. Ushul al-ahkam (pokok-pokok hukum Islam) atau mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukumIslam)
4. Maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum Islam)
5. Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah Hukum Islam)
6. Falsafat syariah: filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum islam seperti Ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan sebagainyafilsafat ini membicarakan hakikat dan rahasia hukum islam. Termasuk kedalam pembagian falsafat syariah adalah:
1. Asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum Islam)
2. Khasa is al-ahkam (cirri-ciri khas hukum islam)
3. Mahasin al-ahkam atau mazaya al-ahkam (keutamaan-keutamaan hukum islam)
4. Thawabi al-ahkam (karateristik hukum islam)
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam
1. Pertumbuhan Filsafat Hukum Islam
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah terhadap segala masalah yang tidak diterangkan dalam kedua sumber tersebut, kaum mmuslimin diperbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya guna menentukan ketentuan hukum. Berijtihad dengan mempergunakan akal dalam permasalahan hukum islam, yang pada hakikatnya merupakan pemikiran falsafi itu, direstui oleh Rasulullah SAW, bahkan Allah menyebutkan bahwa mempergunakan akal dan pikiran falsafi itu sangat perlu memaham dalam berbagai persoalan.
Izin Rasulullah kepada Mu’adz untuk berijtihad merupakan awal dari lahirnya filsafat hukum Islam pada masa Rasulullah segala persoalan diselesaikan dengan wahyu, pemikiran falsafi yang salah di benarkan oleh wahyu, ketika Rasulullah telah wafat dan wahyupun telah usai maka akal dengan pemikiran falsafinya berperan baik dalam perkara yang ada Nashnya maupun yang tidak ada. Pemikiran falsafi terhadap hukum islam yang ada nashnya bermula pada masa khulafaurasyidin terutama umar bin khattab. Penghapusan hukum potong tangan bagi pencuri, zakat bagi muallaf, dll. Yang dilakukan oleh umar bedasarkan kesesuaian zaman untukk menjamin menegakkan keadilan yang menjadi asas hukum islam, merupakan conto penerapan hukum berdasarkan hukum manusia. Jadi penerapan hukum harus dapat meneggakkan kemaslahatan dan keadilan yang menjadi tujuan dari hukum islam
2. Perkembangan Filsafat Hukum Islam
Kegiatan penelitian terhadap tujuan hukum (Maqasid Al-Syariah) telah dilakukan oleh para ahli ushul fiqih terdahulu, Al-Juwaini dapat diakatakan sebagai ahli Ushul fiqih pertama yang menekankan pentingnya memahami Maqashid Syariah dalam penetapan Hukum ia menyatakan bahwa seseoarang tidak dikatakan mampu menetapakan hukum dalam Islam sebelum ia dapat memahami benar tujuan Allah Menetapkan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.
Al-juawaini mengelaborasi lebih lanjut Maqashid Al-Syariah dalam kaitannya dalam pembahasan illat pada masalah Qiyas. menurut Pendapatnya, dalam kaitannya dengan Illat, ashl dapat dijadikan 5 kelompok, yaitu kelompok darruriyat, al-hajjiyyat al-ammat, makramat, sesuatu yang tidak termasuk kelompok Darruiyat dan Hajjiyatdan sesuatu yang tidak termasuk ketiga kelompok sebelumnya. Pada dasarnya Al-Juwaini mengelompok ashl atau tujuan hukum menjadi 3 kelompok yaitu Darruriyat, Hajjiyat, Makramat yang terakhir dalam istilah lain disebut Tahsiniyyat. Pemikiran Al-juwaini dikembangkan oleh muridnya yaitu al-Ghazali, beliau menjelaskan maksud syariat dalam kaitannya dalam pembahasan al-Mnasabat al-maslahiyyat dalam Qiyas. Sementara dalam kitab yang lain ia membicarakannya dalam pembahasan Istishlah. Ia menrincikan maslahat itu menjadi lima, memlihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Ahli ushul fiqih yang membahas secara khusus aspek utama Maqashid al-syariahadalah Izz al-Din Ibn Abdal-Salam dari kalangan mazhab Syafii. Dalam kitabnya Qawaid al-ahkam fi mashalih al-anam, ia lebih banyak mengelaborasi hakikat maslahat yang dijawantahkan dalam bentuk Dar’u al-mafasid wa Jalbu al-manafi (menghindari mafsadat dan menarik manfaat). Lebih lanjut ia menyatakan bahwa taklif bermuara pada kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ibn Abd al-Salam telah mencoba mengembangkan prinsip mashlahat yang merupakan inti pembahasan dalam Maqashid al-syariah.
Ahli Ushul fiqih yang membahas teori Maqashid Al-Syariah secara khusus, sistematis dan jelas adalah, al-Syahtibi dari kalangan madzhab Maliki, dalam kitabnya Al-Muwafaqad ia menghabiskan kurang lebih sepertiga pembahasannya dalam masalah ini, ia secara tegas bahwa tujuan Allah SWT. Mensyariatkan hukum-Nya adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Karena itu taklik dalam bidang hukum harus bermuara pada tujuan hukum tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya para penulis Filsafat Hukum Islam mencoba menonjolkan istilah filsafat hukum Islam ketimbang menggunakan Istilah Hikmah atau tujuan disyariatkan hukum Islam.
D. Pengertian Filsafat Hukum
Filsafat hukum merupakan salah satu cabang ilmu terapan dalam filsafat. Dalam kamus bahasa Indonesia disebut bahwa filsafat mempunyai beberapa pengertian, antara lain disebut sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai segala sesuatu yang ada, baik itu sebab, akibat dan asal serta hukumnya. Selain dari itu filsafat juga dapat diartikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan logika, estetika, epistemologi dan metafisika.
Plato mengartikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang akan mencapai kemurnian daripada kebenaran. Sementara itu, Aristoteles mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran dimana didalamnya berisi ilmu metafisika, estetika, etika,retorika, logika , ekonomi dan politik.
Filsafat dalam bahasa inggris disebut dengan istilah “Philosophy” sedangkan dalam bahasa latin disebut dengan “Philosophia”. Istilah “Philosophia” dalam bahasa latin tersebut berasal dari kata philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Sehingga filsafat dalam bahasa Inggris dan bahasa latin juga memiliki makna "cinta kebijaksanaan”. Sementara itu, dalam bahasa Arab, filsafat disebut dengan istilah “falsafah” yang berarti berpikir secara menyeluruh, spekulatif, dan mendasar.
Kemudian terdapat beberapa divinisi mengenai filsafat hukum yang diberikan oleh Anthoni D’Amato
1. Menurut Anthoni D’Amato Filsafat hukum diistilahkan dengan “Jurisprudence”. Demikian pula pendapat Bruce D. Fischer yang mengartikan “Jurisprudensi” sebagai studi tentang filsafat hukum.
Dari pengertian diatas secara sederhana filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang dari filsafat estetika (tingkah laku). salah satu bidang studi hukum yang mempelajari tentang hakikat hukum yaitu Filsafat hukum, dimana hukum dijadikan obyek kajian yang dibahas secara mendalam sampai pada hakikat hukum itu sendiri atau yang menjadi inti dari hukum.
E. Ruang Lingkup logika Hukum
Yaitu filsafat umum yang diterapkan pada hukum atau gejala hukum. Menurut para pakar Filsafat Hukum memiliki telaah meliputi :
- Ontologi Hukum (penelitian tentang hakekat dari hukum)
- Aksiologi Hukum (penentuan isi dan nilai)
- Ideologi Hukum (ajaran idea)
- Epistemologi Hukum (ajaran pengetahuan)
- Teologi Hukum (hal menentukan makna dan tujuan hukum)
- Ajaran Ilmu Hukum (meta-teori dari ilmu hukum)
- Logika Hukum
a. Pokok kajian filsafat hukum :
Ontologi hukum adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu (Merefleksi hakikat hukum dan konsep-konsep fundamental dalam hukum, seperti konsep demokrasi, hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum dan moral).
Aksiologi hukum yaitu ilmu tentang nilai (Merefleksi isi dan nilai-nilai yang termuat dalam hukum seperti kelayakan, persamaan, kebebasan, kebenaran, keadilan dsb)
Ideologi hukum adalah ilmu yang mempelajari tentang tujuan hukum yang mengangkut cita manusia (Merefleksi wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum dan bagian-bagian dari sistem hukum).
Teleologi hukum adalah ilmu yang mempelajari tentang tujuan hukum yang menyangkut cita hukum itu sendiri (Merefleksi makna dan tujuan hukum)
Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan hukum (Merefleksi sejauhmana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia)
Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan hukum (Merefleksi sejauhmana pengetahuan tentang hakikat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum mungkin dijalankan akal budi manusia)
Logika hukum adalah ilmu yang mempelajari tentang berpikir benar atau kebenaran berpikir (Merefleksi atran-aturan berpikir yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan logika serta struktur sistem hukum)
F. Filsafat Hukum Dalam Kaitan Dengan Hakekat Hukum
Filsafat hukum merupakan ilmu pengetahuan yang berbicara tentang hakekat hukum atau keberadaan hukum, yang diantaranya meliputi :
1. Hukum merupakan perintah (teori imperatif)
Teori imperatif yaitu mencari hakekat hukum. Keberadaan hukum pada alam semesta adalah sebagai perintah Tuhan dan Perintah penguasa yang berdaulat
Aliran hukum alam dengan tokohnya Thomas Aquinas dikenal pendapatnya membagi hukum (lex) dalam urutan mulai yang teratas, yaitu :
Aliran hukum alam dengan tokohnya Thomas Aquinas dikenal pendapatnya membagi hukum (lex) dalam urutan mulai yang teratas, yaitu :
Lex aeterna (Rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap manusia, yang dapat disamakan sebagai hukum abadi)
Lex divina (Rasio Tuhan yang dapat ditangkap oleh manusia)
Lex naturalis (Penjelmaan dari Lex aeterna dan Lex divina)
Lex positive (hukum yang berlaku merupakan tetesan dari Lex divina kitab suci
Aliran positivisme hukum Jhon Austin beranggapan bahwa hukum berisi perintah, kedaulatan, kewajiban dan sanksi. Dalam teorinya “analytical jurisprudence” atau teori hukum yang analitis bahwa dikenal ada 2 (dua) bentuk hukum yaitu positive law (undang-undang) dan morality (hukum kebiasan).
2. Kenyataan sosial yang mendalam (teori indikatif)
Mahzab sejarah : Carl von savigny beranggapan bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat.
Aliran sociological jurisprudence (tokoh Eugen Eurlich dan Roscoe Pound) dengan konsepnya bahwa “hukum yang dibuat agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) baik tertulis malupun tidak tertulis”.
- Hukum tertulis atau hukum positif
Ius Constitutum atau Hukum posistif merupakan hukum yang berlaku di daerah (negara) tertentu pada suatu waktu tertentu.
Contoh : UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Hukum tidak tertulis
- Hukum kebiasaan yaitu kebiasaan yang berulang-ulang dan mengikat para pihak yang terkait
- Hukum adat yaitu adat istiadat yang telah mendapatkan pengukuhan dari penguasa adat
- Traktat atau treaty yaitu perjanjian yang diadakan antar dua negara atau lebih dimana isinya mengikat negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
- Doktrin yaitu pendapat ahli hukum terkemuka
- Yurisprudensi yaitu kebiasaan yang terjadi di pengadilan yang berasaskan “azas precedent” yaitu pengadilan memutus perkara mempertimbangkan putusan kasus-kasus terdahulu yang di putus (common law)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat hukum berbeda dengan ilmu hukum. Jika ahli hukum menyatakan bahwa kita dapat membedakan pelaku tindak kejahatan yang harus dituntut pertanggungjawabannya atas tindakannya dan yang tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya, maka filosof hukum mempertanyakan; mengapa kita membuat perbedaan tersebut, apakah hal itu disimpulkan secara konsisten dari berbagai kasus yang berbeda-beda atau hanyalah justifikasi belaka . Soerjojno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1982) hlm. 24.
Filsafat Hukum Islam secara teoritis tidaklah berbeda dengan filsafat ukum.Namun memiliki perbedaan dari aspek ontologis dan sumber hukum.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
C.
DAFTAR PUSTAKA
Tolong kerja samanya dengan berkomentar menggunakan bahasa yang sopan, baik, dan bijak