Indahnya Toleransi Antar Agama | Serba Serbi komplit

Indahnya Toleransi Antar Agama

"Saya nyaman-nyaman aja, masyarakat disini sudah bisa menerima perbedaan.”

Begitulah tutur gadis muda asal Medan Sumatera Utara yang sudah menetap di Kota Banda Aceh sejak 2009 lalu ketika ditemui di kampus Unsyiah, Selasa 20 Desember 2016. Sebagai pemeluk agama Kristen, gadis muda yang bernama lengkap Evriani Rotua Gea mengaku nyaman hidup di Aceh yang manyoritas masyarakatnya muslim.





Seperti umat kristiani lainya, saat Natal tiba, gadis yang akrab disapa Evri ini juga merayakannya. Tidak ada rasa ketakutan baginya merayakan natal di Aceh di tengah-tangah masyarakat yang menerapkan Syariat Islam, hal ini karena di Aceh menurut Evri aman dimana masyrakat sangat menghargai perbedaan.

Evri adalah salah satu dari beberapa mahasiswa yang beragama kristen di Universitas jantong hate rakyat Aceh, Universitas Syiah Kuala. Dia tetap nyaman belajar di Unsyiah, walau rekan-rekannya mayoritas muslim.

Belajar bersama kawan-kawan muslim bukan lagi hal baru bagi Evri, karena sejak pertama dia ke Aceh ikut orang tua pada tahun 2009 dulu, dia didaftarkan di SMP Negeri 2 Darul Imarah yang mayoritas siswa-siswinya beraga Islam. Ketika itu Evri duduk dikelas 3, melanjutkan pendidikan yang sebelumnya ditempuh di Medan.

Pertama datang ke Aceh, gadis kelahiran 1995 ini sempat shock teradap budaya Aceh. Beruntung orang tuanya yang sudah duluan menetap di Aceh memberikan pemahaman kepada Evri jika di Aceh menerapkan Syariat Islam dan kental dengan budaya Islam. Sebagai pendatang yang juga berkeyakinan berbeda tentu menjadi hal baru bagi Evri.

“Pertama ke Aceh aku Shock Culture, di sini aku liat orang menutup toko ketika hari Jumat, di Medan tidak ada,” katanya dalam bahasa yang masih terasa logat Batak tersebut.

Menghargai kawan-kawanya yang muslim, Evri menggunakan Jilbab selama satu tahun belajar di SMP Negeri Darul Imarah. Kendati demikian, dia tetap memberi pemahaman kepada kawan-kawannya jika dia sorang kristiani bukan muslim. Sementara guru-gurunya juga mendukung apa yang dilakukan Evri.

Seperti murid-murid lainnya, Evri mengikuti semua tahapan belajar di sekolah tersebut. Termasuk pelajaran agama, seperti Aqidah Akhlak, Fiqih, dan pengajian Yasin disetiap pagi Jumat. Hal ini dilakukan karena pribadi Evri yang suka cari tau terhadap hal-hal baru.

“Mata pelajaran agama bisa keluar bisa masuk, saya pengen tau, saya ikut belajar agama, seperti Aqidah Akhlak dan Fiqih, jika pagi jumat juga ikut yasinan, sampai sekarang masih ingat dikit-dikit,” katanya.

Evri mengaku, sebagai anak-anak yang baru memasuki masa pertumbuhan, ada juga beberapa kawan yang jail dan mengganggunya karena berbeda keyakinan. Namun hal itu disikapinya sebatas kenalan anak-anak saja bukan berarti mareka tidak suka terhadap dia. Bahkan, dia mengetahui jika di sekolah tersebut anak dua siswa lagi yang seiman dengannya juga dari kawannya yang muslim.

Masa menempuh pendidikan di SMP Negeri Darul Imarah banyak memberikan pelajaran bagi Evri tentang bagaimana hidup sebagai minoritas dan saling menghargai.

“Sampai sekarang saya masih menjalin komunikasi dengan kawan-kawan muslim saya yang satu SMP dulu,” ujarnya.

Merasa nyaman sekolah bersama kawan-kawan muslim, setelah tamat SMP Evri berencana melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 1 Banda Aceh. Namun karena kurang beruntung dia tidak lewat, akhirnya atas bujukan pamannya, Evri melanjutkan sekolah di SMA Metodis Banda Aceh. Walaupun sekolah metodis, disitu Evri tetap tidak terpisahkan dengan kalangan muslim, karena di sekolah tersebut, selain ada beberapa siswa muslim mayoritas gurunya juga orang muslim.

Tetapi ketika sudah terdata sebagai siswi di SMA Metodis, Evri sudah melepaskan jilbabnya tidak lagi seperti ketika di SMP Negeri Darul Imarah. Hal ini dilakukan Evri lantaran di SMA tersebut semua murid kristiani tidak memakai jilbab, menyesuaikan diri agar tidak dikira aneh oleh sesama kawan seiman dengannya maka Evri memutuskan melepaskan jilbabnya.
“Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung Bang,” katanya.

Tahun 2013 Evri melanjutkan pendidikannya kejenjang Universitas, dia memilih Unsyiah sebagai kampus tempat dia menempa Ilmu. Dibangku kuliah dia kembali menemukan keberagaman baru, beragamnya mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah menjadi tantangan baru baginya dalam menyesuaikan diri.

Walaupun dijurusan Evri kuliah Bahasa dan Sastra Inggris FKIP Unshyiah ada beberapa mahasiswa yang juga beraga kristiani, Evri tetap berkawan dengan mahasiswa muslim. Kawan-kawannya tidak mempermasalahkan daerah asal dan cara berdoa Evri, sebagai mahasiswa yang sama-sama belajar dari guru yang sama mareka tetap berkawan.

Selama menempuh kuliah, Evri juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Seperti melakukan penggalangan dana untuk korban banjir dan korban gempa Pidie Jaya. Dia merasa senang karena walaupun nampak berbeda karena tidak mengenakan jilbab ketika melakukan penggalangan dana di jalan, masyarakat tetap mempercayakan bantuan mareka dititipkan kepadanya untuk disalurkan kepada para korban yang sedang tertimpa musibah.

Selama 6 tahun berada di Aceh telah mejadikan budaya Aceh sebagai bagian dari kehidupannya. Bahkan Evri sudah mengerti ketika orang berbicara bahasa Aceh walaupun masih susah dalam pengungkapannya.

Evri mengaku senang hidup di Aceh, walaupun sebagai minoritas dia tetap bebas menjalankan keyakinannya tanpa gangguan dari manapun. Masyarakat Aceh menurutnya sangat toleran dalam menerima perbedaan.

Dia mencontohkan kawan yang menemaninya saat diwawancarai mediaaceh.co, walaupun berbeda keyakinan tetapi mareka tetap bisa berkawan.

Kisah kehidupan Evri adalah salah satu dari sekian kisah warga non muslim yang hidup di Aceh. Kehidupan harmonis dalam perbedaan ini adalah bukti jika pelaksanaan Syariat Islam di Aceh tidak negatif seperti yang dianggap oleh masyarakat luar Aceh. Kisah Evri juga mematahkan stigma negatif yang terkadang sengaja digiring dalam pemberitaan media massa terhadap pelaksanaan Syariat Islam sehinga citra Aceh menjadi buruk di mata internasional.


Tolong kerja samanya dengan berkomentar menggunakan bahasa yang sopan, baik, dan bijak