December 2017 | Serba Serbi komplit

Makalah Hukum Pajak Internasional Lengkap Doxc

No comments:

PENDAHULUAN

Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu negera yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional.
Pergaulan antar negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang tentu harus diatur. Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada di antara negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang disebut “hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect, droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari istilah Romawi: ius gentium. Modernisasi nama itu membawa pula perubahan dalam artinya, yang kemudian hanya ditunjukkan kepada himpunan peraturan-peraturan yang bersangkutan saja; dengan perkataan lain lambat laun berubahlah tugasnya, sehingga dapatlah kini dikatakan bahwa hukum antar negara adalah hukum yang mengatur pergaulan internasional. Dalam pada ini tidaklah dapat dibantah-bantah lagi, bahwa kepentingan bersama dari semua negara seperti perdamaian, keamanan, keadilan, kemakmuran, cooperation dan sebagainya, menghendaki dengan mutlak adanya sopan santun dalam pergaulan antar negara yang merupakan peraturan-peraturan hukum.
Demikian pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan dengan tugasnya sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan perpajakan.


PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
  1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
  2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
  3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak nasional akan diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai objeknya maupun subjeknya.

B.     Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia. Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.
UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain. Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan sebagai spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.

C.    Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional
Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya “Hukum Pajak Indonesia, menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:
  1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.
  2. Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik secara bilateral maupun multilateral.
  3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak internasional.
Sedangkan dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak internasional, yaitu:
  1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara
  2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.
  3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:
a.       Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.
b.      Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c.       Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di negara asing.

D.    Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:
  1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang dapat terjadi karena:
a.       Domisili rangkap
b.      Kewarganegaraan rangkap
c.       Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
  1. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
  2. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold wide incom, sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.

E.     Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional
Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan cara sebagai berikut:
  1. Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak berganda dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas. Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.
  1. Cara Bilateral atau Multilateral
Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.

F.     Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional
Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya dikenakan persetujuan persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan dagangan dan peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu ketentuan yang ada hubungannya dengan beberapa macam pajak yang kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap penduduk atau penguasa dari negara-negara yang mengadakan persetujuan.
Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.
Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian pajak berganda secara singkat adalah sebagai berikut:
  1. Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.
  2. Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
  3. Sengketa internasional.
  4. arti tempa kediaman fiskal.

G.    Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan
Bagaimana kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan antara Indonesia dengan negara lain? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya perjanjian perpajakan antar negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu saja akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan pertimbangan kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara Indonesia dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.
 

KESIMPULAN

Hukum Pajak Internasional merupakan norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai subjek maupun objeknya. Dan para ahli hukum pajak juga banyak memberikan definisi tentang hukum pajak internasional salah satunya yaitu; Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak menulis buku tentang perpajakan.
Kemudian sumber-sumber hukum pajak internasional terdiri dari:
1.      Hukum Pajak Nasional.
2.      Traktat
3.      Keputusan Hakim Nasional.
Dan kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti UU tentang PPh, kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari UU Perpajakan Nasional.

  
DAFTAR PUSTAKA


Brotodihardjo Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama

Ilyas B. Wirawan, dkk, 2007, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat.

Makalah Lingkungan Hidup Lengkap Docx

No comments:

BAB I
PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang Masalah
Masalah lingkungan di Indonesia, sekarang sudah merupakan problem khusus bagi pemerintah dan masyarakat. Masalah lingkungan hidup memang merupakan masalah yang kompleks dimana lingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yang semakin lama semakin menurun, baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya pertambahan penduduk maka keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut.
Berbagai usaha penggalian sumber daya alam dan pembangunan industri-industri untuk memproduksi barang-barang konsumsi tanpa adanya usaha-usaha perlindungan terhadap pencemaran lingkungan oleh buangan yang merupakan racun bagi lingkungan disekitarnya dan tidak mustahil dapat membawa kematian.
Kecenderungan kerusakan lingkungan hidup semakin masif dan kompleks baik di pedesaan dan perkotaan. Memburuknya kondisi lingkungan hidup secara terbuka diakui memengaruhi dinamika sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat baik di tingkat komunitas, regional, maupun nasional.
Pada gilirannya krisis lingkungan hidup secara langsung mengancam kenyamanan dan meningkatkan kerentanan kehidupan setiap warga negara. Kerusakan lingkungan hidup telah hadir di perumahan, seperti kelangkaan air bersih, pencemaran air dan udara, banjir dan kekeringan, serta energi yang semakin mahal. Individu yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan hidup sulit dipastikan karena penyebabnya sendiri saling bertautan baik antar-sektor, antar-aktor, antar-institusi, antar-wilayah dan bahkan antar-negara.
Dalam hal ini Agama berperan besar unutk mengarahkan dan menjadi pedoman agar manusia lebih menyadari akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, karena manusia juga hidup di bumi ini memiliki ketergantungan dengan lingkungan hidup.

1.2              Rumusan Masalah
·         Apa persoalan lingkungan hidup saat ini?
·         Mengapa terjadi krisis lingkungan hidup?
·         Bagaimana pandangan etis agama terhadap lingkungan hidup?

1.3              Batasan Konseptual
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
            Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada didalam ruang yang kita tempati, (Imam Supardi,2003). St. Munajat Danusaputra : Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995).
 

BAB II
DESKRIPSI DAN ANALISA

2.1       PENGERTIAN LINGKUNGAN
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan.
Lingkungan atau sering juga disebut lingkungan hidup adalah jumlah semua benda yang hidup dan mati serta seluruh kondisi yang ada didalam ruang yang kita tempati.
Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
2.2       KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP
Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Peristiwa Alam
Contoh  dari bentuk kerusakan lingkungan ini adalah: Letusan gunung berapi, Gempa bumi, Angin topan, Tsunami, dan lain-lain
2. Kerusakan Lingkungan Hidup karena Faktor Manusia
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.
Beberapa bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, antara lain:
a.       Terjadinya pencemaran (pencemaran udara, air, tanah, dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.
b.      Terjadinya banjir, sebagai dampak buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai dan dampak pengrusakan hutan.
c.       Terjadinya tanah longsor, sebagai dampak langsung dari rusaknya hutan.
Beberapa ulah manusia yang baik secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak pada kerusakan lingkungan hidup antara lain:
a.       Penebangan hutan secara liar (penggundulan hutan).
b.      Perburuan liar.
c.       Merusak hutan bakau.
d.      Penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman.
e.       Pembuangan sampah di sembarang tempat.
f.       Bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
g.      Pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas.

2.3       PERSOALAN LINGKUNGAN HIDUP  SAAT  INI
Kini malapetaka yang terjadi dalam kisah-kisah kuno seperti Sodom dan Gomora zaman nabi Luth dan banjir zaman nabi Nuh kembali mengancam kehidupan di muka bumi akibat ulah manusia. Pemanasan global atau global warming menjadi isu dunia dan tidak terkecuali Indonesia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Gas rumah kaca juga timbul karena penggunaan peralatan elektronik, penggundulan hutan, kebakaran hutan, yang mengurangi penyerapan karbondioksida ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak menampung gas-gas rumah kaca ini, karena karbon dioksida yang dilepas lebih banyak dari yang diserap, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.Akibatnya rata-rata temperatur bumi meningkat. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,60c sejak 1861. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,4-5,60c pada 2100. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatik. Pola curah hujan berubah dan meningkat. Tetapi air akan lebih cepat menguap dari tanah. Badai akan menjadi lebih sering terjadi. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan laut juga akan menghangat, sehingga menaikan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es dikutub, sehingga memperbanyak volume air di laut. Tinggi permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20, dan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm pada abad 21.Di Indonesia, kenaikan permukaan air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai kepulauan Indonesia, yang panjangnya 81.000 km. diperkirakan lebih dari 405.000 hektar daratan Indonesia akan tenggelam, ribuan pulau kecil akan lenyap dari peta Indonesia, abrasi pantai dan intrusi lautpun makin mengancam penduduk bumi. Air bersih bakal kian langka karena intrusi air laut yang mencemari tanah. Penduduk Jakarta dan kota-kota pesisir akan kekurangan air bersih. Di pantai ribuan dan mungkin jutaan tambak juga akan lenyap. Menurut IPCC dalam laporan awal April 2007, menyebutkan kenaikan rata-rata suhu tahunan di Indonesia antara 1970 dan 2004 mencapai 0,1-10c. Kondisi itu akan menurunkan produksi pangan, meningkatkan kerusakan pesisir, dan menyebabkan berbagai jenis fauna yang tidak mampu beradaptasi dengan temperatur panas akan musnah.
Parahnya kondisi yang bakal terjadi dalam pemanasan global, dan hanya dapat diperlambat dan kemudian dicegah, apabila tidak ada peningkatan emisi karbon karena keluasan hutan di bumi memiliki daya serap yang tinggi, dan berkurangnya pelepasan karbondioksida akibat pembakaran bahan bakar fosil. Khususnya di Indonesia keluasan hutan jauh berkurang karena penebangan dan kerusakan hutan. Itupun rupanya masih belum cukup, karena Departemen Kehutanan justru akan melelang lagi kawasan hutan Indonesia seluas 1.063.418 hektar, ini berarti seluas 2 kali pulau Bali. Pelelangan tersebut di 16 lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di seluruh Indonesia, termasuk Papua : 2 lokasi, Kalimantan Barat : 2 lokasi, Kalimantan Timur : 6 lokasi, Kalimantan Tengah : 3 lokasi, Sulawesi Tengah : 1 lokasi, Maluku Tengah : 1 lokasi, Jambi- Sumatera Selatan : 1 lokasi. Selain melelang izin HPH, Departemen Kehutanan juga akan melelang 9 kawasan HTI meliputi 2 lokasi di Riau. Satu di Jambi, 1 di Kalimantan Timur dan 5 di Sumatera Selatan. Tentu saja kebijakan ini akan semakin mengurangi keluasan jumlah hutan di Indonesia. Apakah dengan demikian kita tidak  sedang mempercepat terjadinya pemanasan global karena keluasan hutan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang.
Lebih membingungkan lagi bahwa Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani 58 perjanjian kerja sama senilai US $ 12,4  milyar untuk pengembangan bio-fuel. Pengembangan bio-fuel ini terkait dengan 1 juta hektar pencadangan kawasan untuk perkebunan di Papua dan Kalimantan. Sejauh ini belum ada kepastian bahwa rencana itu tidak akan memanfaatkan lahan hutan alam, sebagai salah satu sasaran, ekspansi perkebunan kelapa sawit dsb, yang pada akhirnya akan semakin memperparah keadaan kondisi hutan di Indonesia. Biofuelmemang bahan bakar yang ramah lingkungan karena emisi karbonnya sangat rendah, sehingga negara Uni Eropa sangat tertarik untuk meningkatkan kebutuhan biofuel. Namun dari perspektif lain karena bahan tersebut adalah minyak sawit, maka potensi perkebunan sawit akan semakin luas menghancurkan hutan alam di Indonesia. Itu berarti keuntungan bagi negara-negara Eropa karena menyelesaikan salah satu permasalahan lingkungannya, tetapi dilain pihak menghancurkan hutan di Indonesia. Barangkali permasalahan ini juga diketahui dan dimengerti oleh Pemerintah Indonesia, karena pemerintah bukan tidak memiliki ahli di bidang ini, hanya saja kepentingan lain lebih menarik sehingga perjanjian kerjasama ini ditandatangani.

2.4       PANDANGAN DAN PERAN AGAMA DALAM MASALAH LINGKUNGAN HIDUP
Meurut pandangan agama Kristen
Didalam Kejadian 1: 1 – 2:3 memperlihatkan bahwa seluruh ciptaan Allah pada hakikatnya adalah baik. Ini berarti pada setiap ciptaanNya itu terdapat harkat dan martabat yang ahrus dihargai oleh ciptaan lainnya karena Allah memberikan dan menyatakannya. Selain itu, pada segenap ciptaanNya Ia menetapkan struktur keseimbangan dan saling ketergantungan antara satu ciptaan dengan ciptaan lainnya.
Sebagai mahkota ciptaan, manusia diberi mandat oleh Allah untuk menaklukkan dan menguasai bumi beserta isinya. Penaklukkan dan penguasaan di sini bukanlah penaklukkan dan penguasan tanpa batas melainkan di dalamnya terdapat unsur pemeliharaan dan perlindungan terhadap bumi dan segala isinya. Mengapa? Sebab manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah adalah untuk memelihara lingkungan hidupnya di samping memanfaatkannya dan bukan merusaknya.
Pada kejadian 9: 8 dan 17 diceritakan bahwa Allah mengikat perjanjian tidak saja kepada Nuh dan keluarganya (manusia) melainkan juga kepada segenap alam ciptaanNya. •  Manusia diciptakan sebagai bagian dari seluruh ciptaan sekaligus sebagai penatalayan ciptaan Allah yang lain (Kejadian 1:26-27; 2:7); ditugaskan untuk memakai dan memelihara bumi/ciptaan lain (Kejadian 2:15), tidak semata-mata untuk menguasai dan menaklukkannya. Aspek khusus dari penciptaan manusia sebagai Gambar Allah dinampakkan dalam tugas memelihara dan menjaga ciptaan seperti Allah memelihara ciptaan-Nya. Pandangan ini melampaui lukisan bahwa manusia boleh memperlakukan alam semena-mena, melainkan manusia harus menghargainya yang mempunyai nilai yang tinggi sebagai ciptaan Allah. Kejadian 1: 2 tidak memberitakan bahwa Allah menciptakan dari ketiadaan melainkan Ia mengubah ”Chaos” (ketidakberaturan) menjadi sesuatu yang berbentuk baik. Sebagai wakil Allah di Bumi, manusia bertanggung jawab untuk mengontrol aneka kekuatan chaos. Perspektif lingkungan dalam Kitab Kejadian sering dibaca berat sebelah dengan menekankan penguasaan manusia atas alam. Padahal, nuansa kekuatan dalam verba “menaklukkan” dan “menguasai” lebih berarti agar manusia menyelidiki alam, mempelajari hukum-hukumnya, mengeksplorasinya. Dalam aras pemikiran ini maka manusia dapat berpartisipasi dalam penciptaan apabila mengubah yang tidak berbentuk menjadi berbentuk, dari yang kotor menjadi bersih ,dan dari yang layu menjadi segar dan berbuah.
Perjanjian Baru sendiri mempunyai pandangan yang positif terhadap alam. Di dalam Injil dan Surat Rasuli ditegaskan bahwa kedatangan Yesus Kristus ke dunia untuk menebus/ menyelamatkan seluruh dunia (Yohanes 3:16), dan bahwa pendamaian yang dilakukan Yesus Kristus di salib adalah untuk seluruh dunia/ciptaan (II Korintus 5:19; Kolose 1:20). Ini berarti tindakan penyelamatan Alah tidak saja ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada ciptaan Allah lainnya. Oleh sebab itu, manusia hendaknya mempunyai relasi yang baik dengan alam ciptaan Tuhan.
Iman Kristen memahami kerusakan lingkungan hidup sebagai bagian dan wujud dari perilaku manusia yang tidak sejalan dengan tujuan Tuhan menciptakan alam semesta. Memelihara Bumi dan tidak merusak ekosistem adalah bukti penguasaan diri manusia. Dunia adalah tempat tinggal bersama yang sesama penghuninya hidup bergantung. Wujud kuasa manusia atas alam terlihat dalam batasan mandat untuk memeliharanya. Perilaku ramah lingkungan adalah bagian iman, salah satu ujian iman yang membumi. Maka, bencana alam yang sedang mendera kita bukan hanya fenomena alam, tetapi karena kelalaian kita sebagai pelaksana mandat Allah untuk mengelola bumi ini sebaik mungkin.

Menurut pandangan agama islam
Pandangan sekuler di Eropa yang memandang alam sebagai objek yang harus dieksploitasi demi kepentingan dan kenyamanan manusia. Menurut Syyed Hosen Nasr, salah seorang pemikir Islam terkemuka dari Iran berkata bahwa pengaruh paham sekuler yang melenyapkan dimensi spiritual dalam kehidupan Barat, maka alampun kemudian dipandang seperti seorang pekerja seks komersial (PSK). Yaitu hanya dinikmati sepuasnya tanpa rasa cinta dan tanggung jawab. Akibatnya, lanjut Nasr, alam mengalami kerusakan dari waktu ke waktu karena keserakahan manusia yang tidak memiliki cinta, kasih sayang dan tanggung jawab terhadap kelestariaannya. Ini tentu saja berbeda dengan perspektif agama( Alquran) yang memandang manusia sebagai "wakil" Allah di Bumi (QS Al Baqarah: 30).
Di ayat yang lain, kita menemukan peranan dan fungsi kekhalifaan ini bahwa fungsi manusia dalam hubungannya dengan alam adalah pemelihara dan pemakmur bumi. "Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurnya."
(QSHud:61). Selain itu, pandangan keliru terhadap alam sebagai sekadar objek untuk dieksploitasi manusia tidak sesuai paham ajaran Islam ( Alquran dan sunah) yang merupakan landasan teologis umat Islam menjelaskan bahwa semua makhluk Allah bertasbih kepada Allah termasuk alam semesta hanya saja kita tidak tahu bagaimana bentuk tasbih mereka.
Konsep hidup tersebut telah diperkenalkan Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya "Islam Rasional" dalam istilah "berperikemakhlukan" artinya kasih sayang kepada alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati karena semua itu adalah berasal dari ciptaan Tuhan. Sebaliknya makhluk yang tidak mempunyai "perikemakhlukan" maka akan mendapatkan kesengsaraan(neraka). Berkaitan dengan pandangan di atas maka semakin jelaslah bahwa bencana alam terjadi adalah karena ulah, sikap dan perbuatan manusia sendiri yang merusak alam. Tindakan seperti itu disebut oleh agama fasad, tindakan yang mengakibatkan kerusakan, disharmoni dan ketidakseimbangan tidak ("berperikemakhlukan").
Hidup mewah membuat manusia lupa daratan lalu memperturutkan hawa nafsunya. Memakai istilah aji mumpung dan berbuat semaunya. Lebih fatal lagi apabila dilakukan oleh orang-orang yang diberi kekuasaan memegang jabatan, maka ini bisa melahirkan diktator ala Firaun dan Namruj laknatullah, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Alquran: "Dan apabila kami hendak membinaskan suatu negeri, maka kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu( supaya menaati Allah) tetapi mereka berbuat kedurhakaan, kefasikan di dalamnya, maka kepada mereka sudah seyogyanya diberi hukuman (adzab), lalu negeri itu kami hancurkan dengan sehancur-hancurnya. (QS Al Israa: 16). Rangkaian peristiwa demi peristiwa termaktub dalam Alquran, seperti peristiwa hancurnya kaum Luhth, hancurnya kaum ’Aad pada masa Nabi Hud, hancurnya kaum Tsamud pada masa Nabi Shaleh, Namruj pada masa Nabi Ibrahim, Firaun pada masa nabi Musa. Demikian halnya Qarun yang ditenggelamkan bersama hartanya. Semuanya musnah ditelan zaman, dan hanya meninggalkan noda hitam dalam sejarah peradaban umat manusia.
Dosa dan maksiat sangat menjamur di mana-mana, sehingga menggiring manusia ke lembah kehancuran. Allah SWT berfirman: "Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi-generasi yang telah kami binasakan sebelum mereka, padahal generasi itu, telah kami teguhkan kedudukan mereka di bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka. Kemudian kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.(QS 6 Al-An’aam: 6) Pentingnya peranan agama terhadap pelestarian lingkungan hidup apalagi ajaran Islam sangat menghendaki agar alam semesta ini dipelihara dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan kemaslahatan umat manusia, karena sesungguhnya alam semesta ini diciptkan oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan manusia.
Dalam surat Al Baqarah ayat 29 Allah swt berfirman: "Dialah Allah yang telah menciptakan bumi dan segala isinya bagi kamu sekalian". Menurut Ibnu Taimiyyah, cobaan Allah berupa musibah di dunia (bencana alam, kehilangan orang-orang yang dicintai, penyakit dan lain-lain, juga berfungsi sebagai tebusan bagi dosa-dosa seorang hamba.
Bencana alam juga menjadi peringatan bagi orang-orang yang melupakan Tuhan seperti tergambar dalam peristiwa-peristiwa tersebut di atas.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kasih sayang kepada binatang dan tumbuhan dalam rangka memelihara dan melindungi lingkungan hidup, adalah ajaran yang sangat fundamental dalam ajaran agama khususnya Islam. Ajaran ini berasal dari konsep tauhid yang mengandung arti bahwa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda yang tidak bernyawa lainnya, semuanya adalah makhluk Tuhan, dan semuanya tunduk kepada-Nya.
UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia secara bertahap dengan memerhatikan faktor lingkungan. Pembangunan berwawasan lingkungan dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992. Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting, yaitu:
a.       Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup.
b.      Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Adapun ciri-ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan adalah sebagai berikut:
·         Menjamin pemerataan dan keadilan.
·          Menghargai keanekaragaman hayati.
·         Menggunakan pendekatan integratif.
·         Menggunakan pandangan jangka panjang.
Pada masa reformasi sekarang ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi berdasarkan GBHN dan Propenas, tetapi berdasarkan UU No. 25 Tahun 2000, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mempunyai tujuan di antaranya:
a.       Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan  berkelanjutan.
b.      Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
c.       Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
 
BAB III
Kesimpulan
Masalah lingkungan hidup memang merupakan masalah yang kompleks dimana lingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yang semakin lama semakin menurun, baik dalam kualitas maupun kuantitas dalam menunjang kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya pertambahan penduduk maka keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut.
Kecenderungan kerusakan lingkungan hidup semakin masif dan kompleks baik di pedesaan dan perkotaan. Memburuknya kondisi lingkungan hidup secara terbuka diakui memengaruhi dinamika sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat baik di tingkat komunitas, regional, maupun nasional.
Dalam hal ini Agama berperan besar unutk mengarahkan dan menjadi pedoman agar manusia lebih menyadari akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, karena manusia juga hidup di bumi ini memiliki ketergantungan dengan lingkungan hidup.
            Kita sebagai manusia yang memiliki akal, budi dan pikiran seharusnya mampu untuk lebih bisa menjaga dan melestarikan lingkungan hidup demi keberlangsungan dunia yang asri. Dari sini kita juga harus lebih jeli dalam menanggapi beberapa kasus lingkungan hidup mulai dari yang terkecil hingga yang nantinya akan membawa dampak yang fatal atau buruk bagi kehidupan.


REFERENSI

Imam, Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya.PT Alumni. Bndung. 2003.

Bethan, Samsuharya, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dalam Aktifitas Industri Nasional.PT Alumni. Bandung. 2008.

Hamzah, Yacob. Beberapa Penanganan Kasus Lingkungan Hidup. Wahana lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta. 1993.

Muhamad, Erwin, Hukum Lingkungan. Refika Aditama. Bandung. 2008.

Makalah Pengulangan Tindak Pidana (Recidive) Lengkap Docx

No comments:

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Yang melatar belakangi membuat makalah dengan judul Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive ), ini adalah untuk memenuhi Tugas mata kuliah Hukum Pidana Fakultas Hukum Semester II – Universitas Trunojoyo, dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami salah satu bab mengenai tentang Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive ).
Recidive terjadi dalam hal seseorang yang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), kemudian melakukan tindak pidana lagi. Sama seperti dalam concursus relais, dalam recidive terjadi beberapa tindak pidana. Namun dalam recidive telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Recidive merupakan alasan yang dapat memperberat pemidanaan. Sebagai contoh, seperti yang diatur dalam Pasal 12 KUHP bahwa karena alasan recidive pidana penjara boleh diputuskan sampai 20 tahun, walaupun secara umum pidana penjara maksimum dijatuhkan selama 15 tahun.
Recidive tidak diatur secara umum dalam Buku I "Aturan Umum", namun diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam Buku III. Dengan demikian, KUHP Indonesia saat ini menganut sistem recidive khusus,artinya pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan jenis tindak pidana tertentu saja dan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
Rumusan Masalah
1. Definisi Recidive
2. Recidive kejahatan dan beserta unsur-unsurnya
3. Recidive pelanggaran
4. Dan tujuan penghukuman beserta teori yang ada

Tujuan Permasalahan
1. Agar dapat memahami tentang pengertian Recidive
2. Untuk memahami Recidive kejahatan dan unsur-unsurnya
3. Untuk Memahami Recidive Pelanggaran yang ada pada Buku II KUHP
4. Untuk mengetahui tujuan penghukumannya

BAB II
PEMBAHASAN
A.        Definisi Recidive
            Recidive atau pengulangan tindak pidana terjadi pada dalam hal seorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Recidive ini menjadi alasan untuk memperberat pemidanaan.

Sistem Pemberatan Pidana Berdasarkan Recidive
Sistem pemberatan pidana berdasarkan recidive dibagi menjadi dua yaitu :
Recidive Umum
Dalam sistem ini dianut bahwasanya setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk pemberatan pidana. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya daluarsa recidive.
Recidive Khusus
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu pula.

B.        Recidive Kejahatan Beserta Unsur-unsur Kejahatan
Recidive kejahatan menurut KUHP adalah recidive ( kejahatan-kejahatan tertentu ), yang membedakan antara lain :
Recidive terhadap kejahatan-kejahatan yang sejenis
Mengenai hal tersebut diatur secara tersebar dalam sebelas pasal-pasal tertentu dalam buku II KUHP, yaitu pasal 137 ayat 2, 144 ayat 2, 157 ayat 2, 161 ayat 2, 163 ayat 2,208 ayat 2, 216 ayat 3, 321 ayat 2, 293 ayat 2, dan 303 bis ayat 2.
Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang termasuk dalam kelompok jenis.
Yang termasuk recidive jenis ini diatur dalam pasal 486, 487 dan 488 KUHP.
Menurut Edwin: H. Sutherland dalam bukunya Principles of Criminology menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah :
Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.
Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana.
Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan.
Harus ada maksud jahat ( mens rea )
Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan.
Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang dilarang undang-undang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri.
Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing :
a.         Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat. Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan. Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan.
b.         Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa
c.         Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiri tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2 buku yang berbeda.
Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah pembedaan antara rechtsdelicten (delik hukum) dan wetsdelicten (delik undang-undang). Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hat yang terlarang.
Misalnya mengendarai sepeda pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang.
Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum), yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang.
Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian. Walaupun perbuatan itu (misalnya) belum diatur dalam suatu undang-undang, tapi perbuatan itu sangat bertentangan dengan hati nurani manusia, sehingga dianggap sebagai suatu kejahatan.
  
C.        Recidive Pelanggaran
  Terdapat 14 jenis pelanggaran di dalam Buku II KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu : pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549.
Adapun yang menjadi syarat-syarat recidive pelanggaran adalah sebagai berikut :
Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu.
Harus sudah ada putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap untuk pelanggaran terdahulu.
Tenggang waktu pengulangannya baru lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap.
Belum lewat 1 tahun untuk pelanggaran pasal 489, 492, 495, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549.
Belum lewat 2 tahun untuk pelanggaran pasal 501, 512, 516, 517, dan 530.
Tujuan Penghukuman
Apabila berbicara mengenai penghukuman, maka pertanyaan yang kerapkali muncul adalah apakah tujuan hukuman itu dan siapakah yang berhak menjatuhkan \ hukuman. Pada umumnya telah disepakati bahwa yang berhak menghukum (hak puniendi) adalah di dalam tangan negara (pemerintah). Pemerintah dalam menjatuhkan hukuman selalu dihadapkan pada suatu paradoksalitas, yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut :
Pemerintah negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tapi kadang-kadang sebaliknya, pemerintah negara menjatuhkan hukuman, dan karena menjatuhkan hukuman itu maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah negara sendiri diserang, misalnya yang bersangkutan dipenjarakan. Jadi pada satu pihak pemerintah negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serangan siapapun juga, sedangkan dipihak lain pemerintah negara menyerang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu.
Orang berusaha untuk menunjukkan alasan apakah yang dapat dipakai untuk membenarkan penghukuman oleh karena menghukum itu dilakukan terhadap manusia-manusia yang juga mempunyai hak hidup, hak kemerdekaan bahkan mempunyai hak pembelaan dari negara itu juga yang menghukumnya. Maka oleh karena itu muncullah berbagai teori hukuman, yang pada garis besarnya dapat dibagai atas tiga golongan :
a. teori absolut atau teori pembalasan
b. teori relatif atau teori tujuan
c. teori gabungan

a. Teori absolut
Tokoh-tokoh yang terkenal yang mengemukakan teori pembalasan ini antara lain adalah Kant dan Hegel. Mereka beranggapan bahwa hukuman itu adalah suatu konsekwensi daripada dilakukannya suatu kejahatan. Sebab melakukan kejahatan, maka akibatnya harus dihukum. Hukuman itu bersifat mutlak bagi yang melakukan kejahatan. Semua perbuatan yang temyata berlawanan dengan keadilan, harus menerima pembalasan. Apakah hukuman itu bermanfaat bagi masyarakat, bukanlah hal yang menjadi pertimbangan, tapi hukuman harus dijatuhkan. Untuk menghindari hukuman ganas, maka Leo Polak menentukan tiga syarat yang harus dipenuhi dalam menjatuhkan hukuman, yaitu :
1. Perbuatan yang dilakukan dapat dicela sebagai suatu perbuatan yang
bertentangan dengan etika, yaitu bertentangan dengan kesusilaan dan tata hukum obyektif
2. Hukuman hanya boleh memperhatikan apa yang sudah terjadi. Hukuman tidak boleh dijatuhkan dengan suatu maksud prevensi
3.  Beratnya hukuman harus seimbang dengan beratnya delik. Hal ini perlu supaya penjahat tidak dihukum secara tidak adil.
Gerson W. Bawengan dalam bukunya Pengantar Psychologi Kriminil menyatakan bahwa ia menolak teori absolut atau teori pembalasan itu yang dikemukakan dalam bentuk apapun, berdasarkan tiga unsur, yaitu :
1. Tak ada yang absolut didunia ini, kecuali Tuhan Yang Maha Esa.
2.  Pembalasan adalah realisasi daripada emosi, memberikan pemuasan emosionil kepada pemegang kekuasaan dan merangsang ke arah sifat-sifat 'sadistis', sentimentil. Oleh karena itu kepada para penonjol teori pembalasan itu, dapatlah diterka bahwa mereka memiliki sifat-sifat sadistis. Dan kerena itu pula ajaran mereka lebih condong untuk dinamai teori sadisme.
3. Tujuan hukuman dalam teori itu adalah hukuman itu sendiri. Dengan dernikian teori itu mengalami suatu jalan buntu, oleh karena tujuannya hanya sampai pada hukuman itu sendiri. adalah suatu tujuan yang tak bertujuan, sebab dipengaruhi dan disertai nafsu membalas.

b. Teori relatif atau teori tujuan
Para penganjur teori relatif tidak melihat hukuman itu sebagai pembalasan, dan karena itu tidak mengakui bahwa hukuman itu sendirilah yanag menjadi tujuan penghukuman, melainkan hukuman itu adalah suatu cara untuk mencapai tujuan yang lain daripada penghukuman itu sendiri. Hukuman, dengan demikian mempunyai tujuan, yaitu untuk melindungi ketertiban. Para pengajar teori relatif itu menunjukkan tujuan hukuman sebagai usaha untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum. Menghindarkan, agar umumnya orang tidak melakukan pelanggaran bahkan ditujukan pula bagi terhukum agar tidak mengulangi pelanggaran.
Dengan demikian maka hukuman itu mempunyai dua sifat, yaitu sifat prevensi umum dan sifat prevensi khusus. Dengan prevensi umum, orang akan menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan. Dan dengan prevensi khusus para penganjurnya menitikberatkan bahwa hukuman itu bertujuan untuk mencegah orang yang telah dijatuhi hukuman, tidak mengulangi lagi perbuatannya. Selanjutnyaa bagi mereka yang hendak melakukan peianggaran akan mengurungkan maksudnya sehingga pelanggaran tidak dilaksanakan.

c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan hukuman hendaknya didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi dengan menitikberatkan pada saiah satu unsurnya tanpa menghilangkan unsur yang lain maupun pada semua unsur yang telah ada.

  BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kejahatan adalah suatu persoalan yang selalu melekat dimana masyarakat itu ada. Kejahatan selalu akan ada seperti penyakit dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke tahun.
Segala daya upaya dalam menghadapi kejahatan hanya dapat menekan atau menguranagi meningkatnya jumlah kejahatan dan memperbaiki penjahat agar dapat kembali sebagai warga masyarakat yang baik.
Masalah pencegahan dan penanggulangan kejahatan, tidaklah sekedar mengatasi kejahatan yang sedang terjadi dalam lingkungan masyarakat, tapi harus diperhatikan pula, atau harus dimulai dari kondisi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Perlu digali, dikembangkan dan dimanfaatkan seluruh potensi dukungan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan. Hal itu menjadi tugas dari setiap kita, karena kita adaIah bagian dari masyarakat.
 

Daftar Pustaka
Muhammad, Gerry R, KUHP & KUHAP, Permata press, 2007.
Prof, Dr, Prodjodikoro Wirjono SH, Asas-asas HUKUM PIDANA Di Indonesia, retika aditama, 2003
Windari. Rusmilawati SH MH, Buku Ajar Hukum Pidana, Bangkalan, 2009.
www.google.com artikel pengulangan tindak pidana.
www.google.com Edwin H. Sutherland, Asas-Asas Kriminologi, Alumni, Bandung, 1969.
www.google.com Recedive.