Makalah Agama Islam Kemuhammadiyahan (AIK) Dasar-dasar Muamalah dalam Jual Beli | Serba Serbi komplit

Makalah Agama Islam Kemuhammadiyahan (AIK) Dasar-dasar Muamalah dalam Jual Beli


BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Mu’amalah adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan peradaban Islam yang maju di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari syari’at Islam, yaitu yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan dengan manusia, masyarakat dan alam. Karena mu’amalah merupakan aspek dari ajaran Islam, maka ia juga mengandung aspek teologis dan spiritual. Aspek inilah yang merupakan dasar dari mu’amalah tersebut.

Sehubungan dengan itu bimbingan mualamah menjadi penting, karena masalahnya komplek, ia berkaitan dengan masalah rohani dan jasmani, manusia dan alam, dunia akhirat. Disamping itu bimbingan mu’amalah akan mengarahkan kehidupan duniawi, dan mendapatkan ganjaran diakhirat.

Dalam makalah ini membahas mu’amalah tentang jual beli, dimana manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada di muka bumi sebagai sumber ekonomi.

I.2. Tujuan

Manusia sebagai makhluk sosial yang diciptakan Allah SWT yang saling membutuhkan satu dengan yang lain tak lepas dalam urusan jual beli guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Jual beli juga merupakan aktivitas sehari-hari setiap orang untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya, dan setiap orang yang terjun dalam bidang jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, yang sesuai dengan syariat islam.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Mu’amalah

Agama Islam merupakan suatu kesatuan keyakinan dan ketentuan Ilahi yang mengatur kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Tuahn maupun dalam hubungannya dengan manusia serta hubungan manusia dengan alam lainnya.
Syari’at Islam merupakan dasar hukum baik mengenai ibadat maupun mengenai hidup kemasyarakatan. Yang pertama disebut ibadah dan yang kedua disebut mu’amalah. Antara keduanya terdapat suatu kaitan yang sangat erat. Sebagaimana halnya antara aqidah syari’ah dan ibadah serta mu’amalah yang kesemuanya itu tidak dapat dipisah-pisahkan.
Tugas pokok umat Islam tentang menegakkan kebaikan, menolak maksiat dalam pribadi-pribadi atau yang mungkin terjadi diantara mereka dengan tetangganya dan umat Islam dengan orang kafir, perbuatan yang mencegah penganiayaan, mempertahankan hak, melakukan kebajikan, menciptakan perdamaian dan ketentraman adalah kesemuanya itu disebut dengan mu’amalah.

II.2. Pengertian Jual Beli

Dalam bab sebelumnya telah dikatakan bahwa manusia dijadikan Allah SWT sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lain, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus berusaha mencari karunia Allah yang ada di muka bumi sebagai sumber ekonomi. Allah SWT berfirman :
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. Al Qasas : 77).
Jual Beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya beli. Menurut istilah hukum syara, jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.

II.3. Hukum Jual Beli

Dalam urusan jual beli orang harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli, jual beli hukumnya mubah (boleh). Dengan kata lain setiap orang boleh melakukan kegiatan jual beli dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Allah berfirman dalam Q.S. An Nisa ayat 29 : ”Hai orang0rang yang beriman, janganlah kamu saling memakan sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut : ”Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR Bukhari).
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar menawar harus ada sepakatan atau keseuaian harga antara penjual dan pembeli.

II.4. Rukun dan Syarat Jual Beli

Dalam ajaran Islam ada beberapa rukun dalam praktik jual beli.
1.    Penjual dan Pembeli
Adapun penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
a.  Berakal sehat, yaitu seorang penjual dan pembeli harus memiliki akal yang sehat agar dapat melakukan jual beli dengan sadar.
b.  Atas dasar suka sama suka, yaitu atas kehendak sendiri dan tidak dipaksa oleh pihak manapun.
c.  Balig, Baik penjual atau pembeli harus sudah mencapai usia balig atau dewasa. Sedangkan anak yang belum balig tetap dibolehkan melakukan jual beli dengan tujuan untuk mendidik mereka.
2.    Syarat Ijab dan Kabul antara Penjual dan Pembeli
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan. Sedangkan kabul adalah ucapan si pembeli sebagai jawaban dari perkataan si penjual. Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan ijab kabul adalah saling rela (ridho) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.
3.    Adanya Barang/Benda yang Diperjualbelikan
Barang dagangan yang diperjualbelikan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Suci atau bersih dan halal barangnya.
b.    Barang yang diperjualbelikan harus diteliti terlebih dahulu.
c.    Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan orang lain.
d.    Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan.
e.    Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi).
f.     Barang yang diperjualbelikan adalah milik sndiri atau yang diberi kuasa.
g.    Barang itu dapat diserahterimakan.
II.5. Macam-Macam Jual Beli
Setelah mempelajari beberapa rukun dan syarat dalam praktik jual beli, maka dapat dipahami bahwa ada beberapa praktik jual beli yang sah menurut syari’at dan ada pula yang dilarang. Beberapa macam jual beli menurut kaca mata syari’at Islam, yakni sebagai berikut :
1.    Bentuk Jual Beli yang Sah
Bentuk jual beli yang sah maksudnya adalah semua transaksi jual beli yang sesuai dengan beberapa rukun dan syarat yang telah disebutkan diatas.
2.    Jual Beli yang Tidak Sah
Jual beli yang tidak sah, dikarenakan kurang memenuhi syarat dan rukunnya, diantaranya sebagai berikut :
a.    Jual beli dengan menggunakan sistem ijon, yaitu jual beli yang belum jelas barangnya seperti buah-buahan yang masih mudah di pohon, padi yang masih hijau dan lain sebagainya. Jual beli ini dilarang karena dapat merugikan salah satu pihak dan membuat mereka menjadi kecewa.
b.    Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan dan belum jelas apakah setelah lahir anak binatang itu hidup atau mati.
c.    Jual beli barang yang belum ada wujudnya di tangan. Maksudnya, barang yang dijual masih berada di tangan penjual pertama.
3.    Jual Beli yang Sah Tetapi Dilarang
Ada beberapa jenis jual beli yang hukumnya sah, tetapi dilarang ajaran agama Islam disebabkan adanya satu sebab atau akibat dari prosesnya. Adapun yang termasuk jual beli ini adalah :
a.    Jual beli yang dilakukan pada waktu shalat Jum’at. Kegiatan jual beli ini dipandang akan melalaikan kewajiban menunaikan shalat Jum’at.
b.    Jual beli barang dengan niat untuk ditimbun pada saat masyarakat membutuhkan. Jual beli seperti ini sah tetapi dilarang karena akan menyengsarakan orang banyak, sehingga harga barang menjadi melambung tinggi di saat terjadi kelangkaan barang.
c.    Membeli barang dengan cara menghadang di pinggir jalan. Jual beli ini sah hukumnya tetapi dilarang karena penjual tidak mengetahui harga umum di pasar sehingga memungkinkan ia menjual barangnya dengan harga di bawh harga pasar.
d.    Jual beli barang yang masih dalam tawaran orang lain.
e.    Jual beli dengan cara menipu, seperti mengurangi timbangan atau ukuran atau takaran.
f.     Jual beli barang yang digunakan untuk perbuatan maksiat seperti untuk pencurian, perampokan, berjudi dan lain-lain.
II.6. Khiyar
Tawar menawar antara penjual dan pembeli sebelum terjadinya akad merupakan peristiwa yang pasti terjadi dalam setiap transaksi jual beli. Kegiatan inilah yang disebut dangan istilah khiyar. Dalam proses inilah antara penjual dan pembeli sama-sama memiliki hak untuk meneruskan akad jual beli atau membatalkannya. Khiyar dilakukan agar si penjual dan si pembeli memiliki kesempatan untuk memikirkan yang terbaik dalam jual beli. Hukum khiyar adalah boleh sepanjang tidak dipergunakan untuk menipu. Jika khiyar dipergunakan oleh si penjual atau si pembeli untuk menipu, maka hukumnya haram.
Dalam kegiatan jual beli, ada tiga macam khiyar yang dikenal dalam ajaran Syara’ yaitu :
1.    Khiyar Majlis
Khiyar majlis adalah khiyar antara si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya pada waktu masih berada di tempat akad jual beli.
2.    Khiyar Syarat
Khiyar syarat yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu
3.    Khiyar ’Aib
Khiyar ’aib yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang dijual.

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Mu’amalah dalam jual beli tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena antara manusia saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan mu’amalah dalam jual beli manusia harus berdasarkan ajaran Islam agar mendapat karunia Allah, agar manusia mengerti dengan hukum-hukum mu’amalah dalam jual beli dan agar tidak ada yang dirugikan.

III.2. Saran

Kita sebagai umat Islam patutlah kita melaksanakan syari’at Islam yang telah ditentukan, agar kita mengerti hukum-hukum Islam dan mendapat ridho dan karunia Allah disetiap apa yang kita lakukan dan salah satunya dalam urusan jual beli.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 1986. Bimbingan Mu’amalah untuk siswa SMA. Jakarta : Direktorat Pembinaan Pendidikan Agama Islam.
Margiono, Drs. M.Pd kkk, 2005. Pendidikan agama Islam Penuntun Hidup. Jakarta: Yudhistira.
Wawan Djunaedi. 2007. Pendidikan Agama Islam untuk SMK Kelas XI. Jakarta : PT Sakanindo Ptintama.

Tolong kerja samanya dengan berkomentar menggunakan bahasa yang sopan, baik, dan bijak